Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Amri Abdi Piliang Kuasa Hukum Terdakwa Sebut Tuduhan Tak Berdasar

Selasa, 17 Juni 2025 | Juni 17, 2025 WIB Last Updated 2025-06-17T15:23:39Z

KabarPojokIndonesia.com
-- Malang — Pengadilan Negeri (PN) Malang tengah menggelar sidang perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan manajemen PT NSP Cabang Malang. Sejumlah Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang gagal diberangkatkan ke Hongkong kini hadir sebagai saksi dalam persidangan tersebut, Senin (16/06/2025).

Para CPMI tersebut sebelumnya mendapatkan informasi melalui Media sosial Facebook tentang adanya lowongan kerja ke negara tujuan Hongkong melalui PT NSP Kota Malang dan dijanjikan akan diberangkatkan secara resmi, namun hingga kini belum bisa diberangkatkan ke negara tujuan dikarenakan adanya oknum dan pihak yang sengaja menghalangi keberangkatan PMI yang sudah lengkap dokumennya sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 UU No.18 Tahun 2017. Kasus ini menarik perhatian Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) karena adanya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang telah menghitung nilai restitusi (ganti rugi) yang harus diberikan kepada para korban.

Kuasa Hukum Terdakwa Amri Abdi Piliang, SH yang juga Alumni Lemhanas RI berpendapat bahwa Tuduhan TPPO terhadap para Staff Administrasi dan Kepala Cabang PT. NSP Kota Malang, serta Marketing Divisi Hongkong Kantor Pusat PT. NSP Tidak Tepat, karena Tahapan Proses kelengkapan Dokumen PMI Sudah Sesuai Prosedur berdasarkan Surat izin Perekrutan dari KP2MI.

Sementara itu JPU menyampaikan dakwaan bahwa PT. NSP belum memiliki izin operasional cabang di Malang Jawa timur namun sudah melakukan perekrutan CPMI, padahal Perekrutan hanya boleh dilakukan berdasarkan Surat izin Rekrut (SIP) dari KP2MI bukan izin OSS Kantor Cabang. 

Sementara dalam UU No.18 Tahun 2017, Kantor cabang P3MI berfungsi memberikan informasi, melakukan seleksi, dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia.

"Dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, kantor cabang hanya berfungsi menyelesaikan persoalan administratif dan pelayanan terhadap pekerja migran. Proses penempatan tetap dijalankan sesuai tahapan resmi," jelas Amri.

Menurutnya, tahapan perekrutan dan penempatan PMI mencakup proses panjang: mulai dari pendaftaran di Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker), medical check up, penerbitan ID, rekomendasi paspor, Pelatihan, UJK, sertifikat kompetensi, BPJS Ketenagakerjaan, penandatanganan kontrak kerja, Visa kerja, hingga orientasi Pra Penempatan (OPP). Semua tahapan itu, lanjut Amri, sudah dipenuhi para CPMI namun Dokumen CPMI tersebut hingga saat ini masih di tahan oleh oknum Kepolisian Polresta Malang yang mengakibatkan CPMI tidak dapat berangkat.


Harusnya Diberangkatkan, Bukan Dihalangi

Amri menyoroti bahwa jika dokumen para CPMI telah lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU 18/2017, maka mereka wajib diberangkatkan. Menghalangi keberangkatan justru melanggar hukum.

"Pasal 84 jelas menyebutkan, setiap pejabat atau pihak yang menghalangi keberangkatan PMI yang telah lengkap dokumennya diancam pidana penjara 5 tahun dan denda hingga Rp1 miliar," tegasnya.

Ia pun mempertanyakan motif dari pihak-pihak tertentu yang mendorong restitusi kepada CPMI, padahal menurutnya substansi perkaranya justru menyangkut pelanggaran Pasal 84 karena tidak memberangkatkan PMI yang sudah memenuhi syarat.

Restitusi Bukan Jalan Utama, Tapi Penegakan Hukum, terkesan tuduhan ini terlalu dipaksakan karena diduga adanya pesanan.

Amri juga mengungkapkan bahwa restitusi semestinya hanya diberikan pada kasus-kasus di mana CPMI mengalami kerugian finansial akibat kegagalan penempatan yang tidak sah. Namun jika CPMI telah mengikuti seluruh prosedur resmi dan tetap tidak diberangkatkan, maka bukan restitusi yang seharusnya diberikan, melainkan penegakan sanksi pidana terhadap pihak yang menghalangi keberangkatan PMI yang telah lengkap Dokumennya sebagaimana diamanatkan dalam pasal 13

“Kalau mereka telah memenuhi semua tahapan dan dokumennya lengkap, maka negara wajib melindungi hak mereka untuk diberangkatkan. Bukan meminta ganti rugi melalui restitusi, kecuali CPMI tersebut mengeluarkan biaya untuk proses Penempatan” tutupnya.

Akibat Perbuatan menghalangi keberangkatan PMI yang telah di Proses oleh PT. NSP, maka para CPMI menjadi dirugikan, bahkan ada yg gagal masuk kuliah dan gagal bayar piutang, serta rusak perencanaan masa depan keluarga mereka.



Reporter : Tim

Editor : Redaksi
TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update