KabarPojokIndonesia.com -- MALANG — Dalam upaya memperkuat nilai-nilai nasionalisme di tengah arus globalisasi dan tantangan zaman modern, digelar Seminar Kebangsaan bertajuk “Merawat Spirit Santri dan Semangat Pemuda : Meneguhkan Persatuan untuk Indonesia Berdaulat” pada Selasa (28/10/2025) di Aula Kediaman Drs. Peni Suparto, M.A.P., Jatirejoyoso, Kepanjen, Kabupaten Malang.
Kegiatan ini menghadirkan tokoh-tokoh nasional dan daerah yang berkompeten di bidangnya, di antaranya KH. Thoriq bin Ziyad, S.Pd.I. (Inisiator Hari Santri Nasional) dan KRA. Dwi Indrotito Cahyono, S.H., M.M., Presiden Direktur Kantor Hukum Yustitia Indonesia, sebagai pemateri utama.
Acara ini dimoderatori oleh Bung Farhan, S.Pd., Sekbid Media dan Propaganda, serta turut dihadiri oleh Drs. Peni Suparto, M.A.P., Wali Kota Malang periode 2003–2008 dan 2008–2013, yang juga menjadi tuan rumah kegiatan.
Dalam pemaparannya, KRA. Dwi Indrotito Cahyono, S.H., M.M. menekankan bahwa peran santri dan pemuda sejak dahulu menjadi bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Ia mengingatkan bahwa santri tidak hanya berperan dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang sosial, politik, hingga kebangsaan.
“Teman-teman santri dan pemuda ini punya peranan luar biasa dalam perjalanan bangsa. Dalam sejarah Indonesia, banyak tokoh besar lahir dari kalangan santri yang ikut menentukan arah kebijakan negara, termasuk dalam perumusan dasar negara kita, Pancasila,” ujarnya di hadapan peserta seminar.
Lebih lanjut, Dwi Indrotito menjelaskan bahwa peringatan Hari Santri Nasional yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 merupakan bentuk pengakuan negara terhadap kontribusi santri bagi bangsa. Selain itu, adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menjadi landasan hukum yang memperkuat eksistensi santri di tengah masyarakat.
Dalam paparannya, Dwi Indrotito juga mengingatkan bahwa tantangan generasi muda masa kini jauh lebih kompleks dibandingkan masa lalu. Jika dahulu tantangan datang dalam bentuk penjajahan fisik, maka kini penjajahan hadir dalam bentuk penetrasi digital, budaya global, serta penyimpangan sosial yang memengaruhi moral generasi muda.
“Penjajah zaman sekarang bukan datang dengan senjata, tapi lewat teknologi dan media sosial. Banyak ide, nilai, bahkan gaya hidup asing yang masuk ke ruang-ruang digital kita tanpa filter. Ini bisa merusak karakter bangsa jika tidak disikapi dengan bijak,” tegasnya.
Selain arus informasi yang tidak terkendali, ia juga menyoroti peredaran narkotika dan penyimpangan perilaku sosial sebagai ancaman serius bagi moral generasi muda. Menurutnya, kasus-kasus sosial seperti penyalahgunaan narkoba dan perilaku menyimpang di kalangan remaja harus menjadi perhatian bersama, termasuk kalangan santri.
“Baru-baru ini saya mendengar kasus di Surabaya, ada puluhan pemuda yang terjerat perilaku menyimpang. Ini bukti nyata bahwa tantangan moral kita semakin berat. Santri dan pemuda harus menjadi garda terdepan dalam menjaga nilai-nilai moral dan budaya bangsa,” ungkap Dwi Indrotito.
Dalam kesempatan itu, Dwi Indrotito juga menilai bahwa meskipun pemerintah telah memberikan ruang pengakuan terhadap peran santri melalui regulasi, perlindungan hukum dan pembinaan moral terhadap santri serta remaja masih belum maksimal.
“Pemerintah sudah mengakomodir kepentingan santri lewat berbagai kebijakan, tapi belum tampak serius dalam memberikan perlindungan hukum dan pembinaan moral. Hukum kita baru menyentuh kulitnya saja, belum menyentuh akar permasalahan sosial yang terjadi di lapangan,” katanya.
Ia juga mendorong agar lembaga pendidikan, pondok pesantren, dan komunitas keagamaan turut berperan dalam menciptakan model rehabilitasi sosial yang efektif — bukan hanya bagi korban penyimpangan, tetapi juga untuk pencegahan di tingkat akar rumput.
“Rehabilitasi moral tidak bisa cukup hanya lewat hukuman atau penanganan hukum positif. Perlu kolaborasi antara pondok pesantren, tokoh agama, dan pemerintah agar pembinaan generasi muda berjalan seimbang antara aspek hukum dan nilai spiritual,” pungkas Dwi Indrotito Cahyono
Reporter : M. Abdul R
Editor : Matnadir




