KabarPojokIndonesia.com -- MALANG – Suasana hangat dan penuh inspirasi tersaji dalam kegiatan “Ngobrol Santai Bersama Camat Wonosari” yang digelar di Kampoeng Kopi Sumberdem, Jumat (24/10/2025).
Kegiatan yang berlangsung sejak pagi hingga sore ini menjadi ruang dialog antara pemerintah kecamatan, pelaku usaha kopi, dan masyarakat, untuk menelusuri kembali sejarah panjang serta potensi besar kopi Sumberdem yang sudah ada sejak tahun 1832.
Salah satu narasumber utama, Sukadianto, pendiri Kampoeng Kopi Sumberdem sekaligus perangkat Desa Sumberdem, menuturkan bahwa keberadaan kopi di wilayahnya telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda.
“Awal mulanya di sini kopi itu sudah ada sejak zaman Belanda. Dulu sempat dijadikan lahan pertanian, tapi hanya bisa ditanami saat musim hujan. Waktu kemarau tidak bisa, makanya masyarakat dulu menanam jagung, singkong, dan tanaman pangan lainnya untuk bertahan hidup,” jelas Sukadianto.
Ia menceritakan, setelah masa penjajahan berakhir dan pemerintahan Indonesia berdiri, masyarakat mulai menanam kembali kopi di kawasan Sumberdem. Beberapa peninggalan sejarah masih dapat ditemui hingga kini, termasuk alat pengolahan kopi kuno dan sisa-sisa pohon kopi varietas Arabika yang oleh warga disebut “kopi Jawa”.
“Dulu disebut kopi Jawa, tapi sebenarnya varietasnya Arabika. Meski buahnya tidak banyak, itu bukti sejarah bahwa sejak dulu Sumberdem memang kampung kopi,” ujarnya.
Melihat potensi dan nilai sejarah yang kuat, Sukadianto bersama dua rekannya — Eris Purwanto dan Bu Utami — mendirikan Kampoeng Kopi Sumberdem pada tahun 2019.
Mereka kemudian meluncurkan produk dengan merek “Sumberdem 1832”, sebagai penghormatan terhadap jejak sejarah panjang kopi di wilayah tersebut.
“Kami ingin ada nilai lebih bagi petani kopi. Selama ini kopi hanya dipetik, dikeringkan, lalu dijual mentah ke tengkulak. Di Kampoeng Kopi, kami ingin memprosesnya jadi produk bernilai ekonomi. Jadi bukan hanya menjual biji, tapi juga menjual cerita dan sejarahnya,” tutur Sukadianto.
Ia menjelaskan bahwa Kampoeng Kopi berdiri dengan semangat pemberdayaan masyarakat, terutama kalangan bawah. Melalui pengolahan kopi dan pelatihan produksi, masyarakat diharapkan bisa memperoleh manfaat ekonomi yang lebih luas.
“Konsep kami adalah pemberdayaan masyarakat. Kami ajak warga ikut terlibat dalam proses produksi, mulai dari panen, pengolahan, hingga pengemasan. Jadi ada nilai tambah yang bisa dirasakan langsung oleh mereka,” tambahnya.
Potensi Kopi Sumberdem Sangat Besar
Berdasarkan hasil pemetaan awal yang dilakukan bersama tim geodesi, luas lahan kopi di Desa Sumberdem mencapai sekitar 235 hektare. Dengan kondisi cuaca dan musim yang mendukung, potensi hasil panen bisa mencapai 200 ton kopi per tahun.
“Kalau musim bunga bagus dan cuaca mendukung, potensi panennya bisa 200 ton lebih per tahun di Sumberdem saja,” jelasnya optimistis.
Namun demikian, Sukadianto juga mengakui bahwa sebagian besar hasil panen masih dijual ke luar daerah dalam bentuk biji kering (green bean), termasuk ke sejumlah brand besar. Karena itu, ia bertekad memperkuat posisi petani lokal agar bisa memasarkan produk jadi dengan identitas khas Sumberdem.
“Selama ini banyak hasil panen kita yang dibeli brand besar di luar. Nah, itu yang jadi pemikiran saya — bagaimana kita bisa meningkatkan ekonomi petani dari sini, dari kampung sendiri,” ujarnya.
Sementara itu, Camat Wonosari, A.K. Wisnu Aji, S.IP., M.Si, yang hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan apresiasi atas semangat masyarakat Desa Sumberdem dalam mengangkat kembali kejayaan kopi lokal.
Menurutnya, Kampoeng Kopi Sumberdem menjadi contoh konkret kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah dalam mengembangkan potensi desa berbasis kearifan lokal.
“Ini bukan sekadar kopi, tapi warisan sejarah dan ekonomi yang luar biasa. Kalau dikelola dengan baik, kopi Sumberdem bisa menjadi ikon kebanggaan Kecamatan Wonosari,” pungkasnya.
Reporter : M. Abdul R
Editor : Matnadir









